IPS

Pertanyaan

jelaskan latar belakang perang padri, dan jelaskan tokoh tokoh perang padri!

2 Jawaban

  • kaum adat diminang kabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik, kebiasaan itu dipandang oleh kaum padri sangat bertentangan dengan agama islam. kaum padri berusaha menghentikan kebiasaan itu, tetapi kaum adat menolaknya maka kemudian terjadi pertentangan antara kaum adat dan padri.Tokoh-tokoh yang terlibat dalam Perang Paderi

    (1821-1837)


    Masyarakat Minangkabau telah memeluk ajaran Islam sejak Abad 16 atau

    bahkan sebelumnya. Namun hingga awal abad 19, masyarakat tetap

    melaksanakan adat yang berbau maksiat seperti judi, sabung ayam maupun

    mabuk-mabukan. Hal demikian menimbulkan polemik antara Tuanku Koto Tuo

    -seorang ulama yang sangat disegani, dengan para muridnya yang lebih

    radikal. Terutama Tuanku nan Renceh.


    Mereka sepakat untuk memberantas maksiat. Hanya, caranya yang berbeda.

    Tuanku Koto Tuo menginginkan jalan lunak. Sedangkan Tuanku nan Renceh

    cenderung lebih tegas. Tuanku nan Renceh kemudian mendapat dukungan

    dari tiga orang yang baru pulang dari haji (1803) yang membawa paham

    puritan Wahabi. Mereka Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik

    dari Delapan Kota, dan Haji Piobang dari Lima Puluh Kota.


    Kalangan ini kemudian membentuk forum delapan pemuka masyarakat.

    Mereka adalah Tuanku nan Reneh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku

    Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu

    Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Mereka disebut “Harimau nan Salapan”

    (Delapan Harimau). Tuanku Koto Tuo menolak saat ditunjuk menjadi

    ketua. Maka anaknya, Tuanku Mensiangan, yang memimpin kelompok

    tersebut. Sejak itu, ceramah-ceramah agama di masjid berisikan seruan

    untuk menjauhi maksiat tersebut.


    Ketegangan meningkat setelah beberapa tokoh adat sengaja menantang

    gerakan tersebut dengan menggelar pesta sabung ayam di Kampung

    Batabuh. Konflik terjadi. Beberapa tokoh adat berpihak pada ulama

    Paderi. Masing-masing pihak kemudian mengorganisasikan diri. Kaum

    Paderi menggunakan pakaian putih-putih, sedngkan kaum adat

    hitam-hitam.


    Tuanku Pasaman yang juga dikenal sebagai Tuanku Lintau di pihak Paderi

    berinisiatif untuk berunding dengan Kaum Adat. Perundingan

    dilngsungkan di Kota Tengah, antara lain dihadiri Raja Minangkabau

    Tuanku Raja Muning Alamsyah dari Pagaruyung. Perundingan damai

    tersebut malah berubah menjadi pertempuran. Raja Muning Alamsyah

    melarikan diri ke Kuantan, Lubuk Jambi. Pada 1818, Raja Muning

    mengutus Tuanku Tangsir Alam dari Sutan Kerajaan Alam untuk menemui

    Jenderal Inggris Raffles di Padang. Gubernur Jenderal Inggris Lord

    Minto yang berkedudukan di Kalkuta menolak untuk campur tangan soal

    ini. Melalui “Tractat London”, Inggris bahkan menyerahkan kawasan

    Barat Sumatera pada Belanda.


    Pada 10 Februari 1821, Tuanku Saruaso memimpin 14 penghulu dari pihak

    Adat mengikat perjanjian dengan Residen Du Puy. Du Puy lalu

    mengerahkan 100 tentara dan dua meriam untuk menggempur kota Simawang.

    Perang pun pecah. Sejak peristiwa itu, permusuhan kaum Paderi bukan

    lagi terhadap kalangan Adat, melainkan pada Belanda. Mereka pun

    memperkuat Benteng Bonjol yang telah dibangun Datuk Bandaro. Muhammad

    Syabab -kemudian dikenal dengan panggilan Tuanku Imam Bonjol-ditunjuk

    untuk memimpin benteng itu.


    Dengan susah payah Belanda menguasai Sulit Air, Simabur dan Gunung.

    Dari Batavia, Belanda mengirim bantuan 494 pasukan dan 5 pucuk meriam.

    Pagaruyung dan Batusangkar dapat direbut. Mereka membangun benteng

    Fort van der Capellen, dan menawarkan damai. Tuanku Lintau menolak.

    Pertempuran sengit terjadi lagi. Tanggal 17 Maret 1822, pasukan Letkol

    Raaff yang hendak menyerang melalui Kota Tengah dan Tanjung Berulak

    berhasil dijebak Tuanku nan Gelek.


    Juli 1822, sekitar 13 ribu pasukan Paderi merebut pos Belanda di

    Tanjung Alam. Pada 15 Agustus juga merebut Penampung, Kota Baru dan

    Lubuk Agam. Maka, pada 12 April 1823, Belanda mengerahkan kekuatan

    terbesarnya di bawah komando Raaff. Sebanyak 26 opsir, 562 serdadu,

    dan 12 ribu orang pasdukan adat menggempur Lintau. Namun mereka dapat

    dihancurkan di Bukit Bonio. Pasukan van Geen yang hendak menyelamatkan

    meriam di Bukit Gadang juga kocar-kacir. Tiga perwira dan 45 serdadu

    Belanda tewas. Van Geen luka parah tertusuk tombak.


    Pada 16 Desember 1823, Raaff kemudian diangkat menjadi Residen

    menggantikan Du Puy. Ia berh
  • perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam melawan Belanda berkaitan erat dgn peran Padri(disebabkan adanya pertentangan antarkaum) .Belanda memanfaatkan pertemtangan yg sedang terjadi di minangkabau saat itu. Belanda mengadakan perjanjian antara kaum adat dan gubernur jenderal Belanda .Atas dasar perjanjian itulah beberapa daerah dikuasai Belanda.Belanda terus berusaha menundukkan Imam Bonjol . Walaupun senjata pasukan Belanda lebih lengkap dan banyak.mereka baru berhasil menguasai benteng Bonjol pada Oktober 1837. Imam Bonjol berhasil ditangkap Belanda pada 25 Oktober 1837 . semoga membantu .minta maaf kalau jawabannya kurang tepat atau salah

Pertanyaan Lainnya